Black Lotus Accel World Picture ^.^

Bukan OTAKU lho! cuma sekedar hobi aja sama Anime :P .

My Adventure Game

Tua-tua maniak Game juga sih biar awet muda aja. Nih Shot pas lagi ma kawan-kawan gamer. seruuuuu.....

Qirab Saat di Bahrul 'Ulum

Nah ini Pict jadul pas dulu lagi ada acara pembukaan HUMAPON. This is Punk!!! : P

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, April 18, 2010

Tips Mancing

Memancing ikan adalah hobi yang cukup menghibur bagi sebagian orang. Seperti saya ini pemancing yang sangat masih amatiran,hehehehe.......

Okey!!!Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu lokasi memancing ikan dimana satu sama lain memiliki karakteristik yang jauh berbeda.
Faktor lokasi ini terbagi 2 (dua) yaitu :
1. Memancing di sungai atau empang atau di muara
2. Memancig di laut.
Peralatan memancing secara umum yang diperlukan adalah
  • Tongkat pancing beserta reel nya.
  • Umpan (udang, cacing, pelet atau racikan sendiri)
  • Mata kail
  • Tang yang berbentuk lancip ( digunakan jika jari tertusuk kail )
  • Pelampung kecil
  • Tempat menyimpan tangkapan
  • Rompi khusus memancing
Memancing di sungai/muara
Yang perlu disiapkan adalah peralatan memancing yang disebutkan di atas dengan memperhatikan faktor umpan dan setting alat pancing. Umpan yang digunakan di lokasi ini umumnya adalah cacing dan udang, sedangkan untuk setting alat pancing adalah memasang mata kail. Jumlah mata kail dalam setiap tongkat pancing minimal 2 mata kail, dengan posisi timah dibawah. Jarak mata kail dengan timah kira-kira 10 cm samapai 15 cm.

Memancing di Empang atau Tambak
Peralatan mancing sama seperti di atas dan umpannya tergantung jenis ikan yang akan dipancing. Untuk ikan emas biasanya menggunakan umpan racikan yang dibuat sendiri dan bahan-bahannya juga mudah didapat. Bahannya menggunakan tepung pellet yang berbentuk butiran, daging ikan dan lain-lain. Jika tidak ingin terlalu repot umpan seperti ini bisa diperoleh di toko ikan atau toko pancing. Khusus untuk ikan mujair dan sejenisnya, umpan yang digunakan adalah cacing atau lumut hijau.

Untuk setting alat pancing di lokasi ini, mata kail yang digunakan bisa berjumlah 2 atau lebih dengan posisi pelampung berada diatas mata kail. Ketingian batas pelampung dan timah disesuaikan dengan kedalaman air. Untuk kedalaman 1,5 meter, jarak antara pelampung dan timah juga 1,5 meter, dan pelampung dibatasi pakai stopper.

Untuk media memancing di laut dikelompokan menjadi 2 (dua), yaitu
  1. Memancing di tepi laut
  2. Memancing di tengah laut

Memancing di tepi laut
Umpan yang digunakan untuk memancing di tepi laut berbeda dengan memancing di air tawar. Umpan yang digunakan bisa menggunakan cumi yang di potong kecil-kecil, udang atau ikan kecil. Setting alat pancingnya sama dengan setting untuk memancing ikan di sungai

Penggunaan umpan dengan udang atau ikan kecil biasanya digunakan apabila di tepi laut airnya keruh. Jika airnya bening, umpan yang digunakan bisa menggunakan cumi yang telah dipotong-potong karena ikan yang berada di tengah laut bisa saja mencapai tepi laut.

Memancing di tengah laut
Persiapan memancing ditengah laut adalah alat pancing dan umpan yang biasanya menggunakan cumi utuh. Setting alat pancing menggunakan ada 2 cara dan biasanya digunakan untuk memancing ikan pada kedalaman ≤ 100 meter

Pertama, setting umpan gantung, yaitu posisi umpan berada antara permukaan air laut dan dasar laut dengan menggunakan lebih dari 2 mata kail. Ini untuk memancing ikan jenis barakuda, bawal atau tongkol. Kedua setting umpan diatas permukaan, posisi umpan ada kira-kira 2 atau 3 meter dibawah pelampung. Setting umpan seperti ini adalah untuk memancing ikan seperti ikan layur dan cakalang

Untuk memancing ditengah laut terdapat pula sejenis umpan buatan yang terbuat dari plastik mengkilap. Umpan seperti ini bisa diperoleh di toko pancing, bentuk dan warnanya bisa menarik perhatian ikan yang melintas di sekitar mata kail.
Tips yang tidak kalah penting untuk memancing ditengah laut adalah hindari memancing pada waktu terang bulan karena pada waktu terang bulan permukaan laut terang sehingga memungkinkan ikan mencari mangsa lewat bantuan sinar bulan. Dan demi keaamanan dan keselamatan kita, hindari memancing pada waktu musim angin barat atau musim penghujan

Yang sedang menjadi trend saat ini adalah memancing ikan bandeng. Ikan bandeng biasanya mencari makan di atas permukaan air sehingga cara setting jarak antara pelampung dan mata kailnya adalah ± 5 cm samapai 10 cm. Umpan yang digunakan umumnya memakai pellet yang juga mudah didapat di toko pancing.

Macam-macam Teknik Memancing

Ada banyak teknik memancing, di antaranya casting, popping, jigging, dan trolling. Keempat teknik biasanya diterapkan di perairan lepas.
  1. Casting adalah teknik memancing dengan cara melemparkan kail bersama umpan buatan (lure). Setelah beberapa saat umpan ditarik perlahan-lahan sehingga tampak berlengang-lengok. Ikan akan mengira umpan itu adalah mangsanya dan mulai mematuk.
  2. Popping adalah teknik memancing dengan menggunakan umpan tiruan yang disebut popper. Pada jarak tertentu umpan ditarik sehingga bergerak di permukaan air sambil menimbulkan cipratan yang mengundang predator. Teknik ini biasa digunakan untuk memancing ikan permukaan.
  3. Jigging merupakan teknik memancing dengan menggunakan jigs. Biasanya digunakan untuk pemancingan ikan di kedalaman (dasar). Mata kail dibiarkan sampai atau mendekati dasar air lalu ditarik ulur untuk memancing ikan mendekat.
  4. Trolling adalah teknik memancing di atas perahu (boat) yang bergerak maju pada kecepatan tertentu. Kail dilempar ke belakang perahu sehingga umpan diseret sesuai gerak maju kapal.

Kalo pakai umpan hidup apaan dong namanya???

Kesalahan Mancing

Banyak dari kita melakukan kesalahan - kesalahan ini saat memancing, yang menyebabkan tujuan memancing kita untuk mendapatkan ikan sasaran gagal. Yang pertama kali anda lakukan setelah anda memancing adalah sebuah evaluasi, apakah teknik memancing anda sudah benar, dan apakah segala sesuatunya berjalan sesuai dengan baik. Baik anda yang memancing di alam maupun di kolam pancing, semuanya tentu saja membutuhkan teknik evaluasi, mungkin saja anda melakukan beberapa kesalahan dalam memancing seperti berikut :

  • Salah dalam umpan. Umpan yang anda gunakan tidak sesuai dengan yang disenangi ikan. Biasanya banyak orang membawa banyak umpan untuk memancing di kolam, atau sudah meraciknya di rumah, ada baiknya anda mencari bocoran informasi tentang target sasaran anda nanti, jenis apa yang menjadi maskot, ikan tersebut berasal dari daerah mana, terkadang menentukan asal ikan kita akan mendapat informasi berharga makanan apa saja yang di konsumsi ikan di daerah asalnya. Untuk yang memancing di perairan umum bawalah umpan yang sesuai dengan target sasaran anda, misalnya anda mencari ikan nila, maka anda membawa umpan lumut yang merupakan kesukaan ikan ini, dengan mencelupkannya pada rebusan bekicot misalnya maka umpan ini merupakan favorit ikan nila.

  • Salah jam atau waktu, ikan memiliki kebiasaan waktu dalam hal makan, jenis ikan lele, sidat dan ikan gabus memiliki pola makan aktif pada malam hari, contoh lagi ikan nila dan mujair aktif pada siang hari. Dengan memilih waktu makan yang tepat, maka proses pemancingan dapat menghasilkan lebih banyak dari yang anda kira. Mungkin ada bagusnya anda mempelajari sifat dan kebiasaan makan ikan dari buku - buku dan juga sifat biologis ikan.

  • Kondisi lokasi memancing kurang mendukung. Penyebabnya adalah terlalu banyak tanaman air atau terlalu banyak Lumpur. Ikan lebih menyukai kondisi air yang sedikit ada tanaman air dan juga kondisi air yang cukup bening. Kondisi terbaik adalah jika warna air cukup hijau karena kandungan ganggang atau lumut, namun tidak terlalu keruh. Ikan juga tidak menyenangi lumpur, kandungan lumpur yang terlalu banyak menyebabkan kandungan oksigen berkurang dan ikan menjadi tidak aktif dalam mencari makan. Ikan akan cenderung berada di dasar kolam dan tidak mau makan. Pelajarilah kondisi air sebelum anda memancing, baik jika anda mau memancing di kolam atau memancing di perairan bebas.
Memancing memang bukan sebuah pekerjaan yang rumit, dengan sedikit evaluasi dari hasil pemancingan anda tentu saja anda akan mendapatkan ikan target anda dengan hasil yang maksimal.

PEMELIHARAAN KESEHATAN IBU HAMIL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kehamilan merupakan hal yang sangat diinginkan oleh suami istri untuk melanjutkan keturunannya. Ibu hamil harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan teratur. Ibu hamil minimal memeriksakan kehamilannya 4x pada pelayanan kesehatan. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui keadaan janin.
Faktor yang mempengaruhi kehamilan yaitu: faktor fisik, faktor psikologis dan faktor sosial budaya dan ekonomi. Yang harus diperhatikan adalah bahwa kehamilan bukanlah suatu keadaan patologis yang berbahaya. Kehamilan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh wanita usia subur yang telah berhubungan seksual. Dengan demikian kehamilan harus disambut dan dipersiapkan sedemikian rupa agar dapat dilalui dengan aman.
1.2 Tujuan
Agar mahasiswa memahami pemeliharaan ibu hamil
1.3 Rumusan Masalah
- Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kehamilan
- Untuk mengetahui Hal- hal yang mempengaruhi kehamilan
- Untuk mengetahui Hal-hal Yang Harus dihindari Untuk Kesehatan Janin
- Untuk mengetahui Petunjuk Pertolongan Pertama Untuk mengatasi Masalah Ringan Selama Kehamilan
- Untuk mengetahui Tanda bahaya Masa Kehamilan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor yang mempengaruhi kehamilan
Ada tiga faktor yang mempengaruhi kehamilan yaitu: faktor fisik, faktor psikologis dan faktor sosial budaya dan ekonomi.
a. Faktor fisik
Seorang ibu hamil dipengaruhi oleh status kesehatan dan status gizi ibu tersebut. Status kesehatan dapat diketahui dengan memeriksakan diri dan kehamilannya ke pelayanan kesehatan terdekat, puskesmas, rumah bersalin, atau poliklinik kebidanan. Adapun tujuan dari pemeriksaan kehamilan yang disebut dengan Ante Natal Care (ANC) tersebut adalah :
• Memantau kemajuan kehamilan.
Dengan demikian kesehatan ibu dan janin pun dapat dipastikan keadaannya.
• Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik dan mental ibu,
Saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, petugas kesehatan (bidan atau dokter) akan selalu memberikan saran dan informasi yang sangat berguna bagi ibu dan janinnya
• Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi
Untuk mengetahui secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi selama kehamilan dengan melakukan pemeriksaan pada ibu hamil dan janinnya
• Mempersiapkan ibu agar dapat melahirkan dengan selamat.
Dengan mengenali kelainan secara dini, memberikan informasi yang tepat tentang kehamilan dan persalinan pada ibu hamil, maka persalinan diharapkan dapat berjalan dengan lancar.
• Mempersiapkan agar masa nifas berjalan normal.
Jika kehamilan dan persalinan dapat berjalan dengan lancar, maka diharapkan masa nifas pun dapar berjalan dengan lancar
• Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima bayi.
Salah satu faktor kesiapan dalam menerima bayi adalah jika ibu dalam keadaan sehat setelah melahirkan tanpa kekurangan suatu apa pun

Karena manfaat memeriksakan kehamilan sangat besar, maka dianjurkan kepada ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin di tempat pelayanan kesehatan terdekat.
Selain itu status gizi ibu hamil juga merupakan hal yang sangat berpengaruh selama masa kehamilan. Kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat yang buruk bagi ibu dan janinnya. Ibu dapat menderita anemia, sehingga suplai darah yang mengantarkan oksigen dan makanan pada janinnya akan terhambat, sehingga janin akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu kelebihan gizi pada ibu hamil dapat berdampak yang tidak baik terhadap ibu dan janin. Janin akan tumbuh besar melebihi berat normal (makrosomia), sehingga ibu akan kesulitan saat proses persalinan.
Ibu hamil harus banyak mengkonsumsi makanan kaya serat, protein (tidak harus selalu protein hewani seperti daging atau ikan, protein nabati seperti tahu, tempe sangat baik untuk dikonsumsi) banyak minum air putih dan mengurangi garam atau makanan yang terlalu asin.
b. Faktor Psikologis
Faktor Psikologis sangat mempengaruhi kehamilan.Macam faktor psikologis pada ibu hamil antara lain
1. Stressor
Stress yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan perkembangan atau gangguan emosi saat lahir jika stress pada ibu tidak tertangani dengan baik.
2. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan andil yang besar dalam menentukan status kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan, mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu hamil akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani kehamilan, persalinan dan masa nifas.

c. Faktor lingkungan sosial, budaya dan ekonomi.
Faktor ini mempengaruhi kehamilan dari segi gaya hidup, adat istiadat, fasilitas kesehatan dan tentu saja ekonomi. Gaya hidup sehat adalah gaya hidup yang digunakan ibu hamil. Seorang ibu hamil sebaiknya tidak merokok, bahkan kalau perlu selalu menghindari asap rokok dimana ibu hamil berada. Perilaku makan juga harus diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan adat istiadat. Jika ada makanan yang dipantang adat padahal baik untuk gizi ibu hamil, maka sebaiknya tetap dikonsumsi. Begitu juga dengan personal hygiene yang sangat penting . Ibu hamil harus selalu menjaga kebersihan dirinya anatara lain mengganti pakaian dalamnya setiap kali terasa lembab, menggunakan BH yang menopang payudara, dan memakai pakaian yang dapat menyerap keringat.
Ekonomi juga selalu menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan yang sehat. Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin serta merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik. Namun dengan adanya perencanaan yang baik sejak awal, membuat tabungan bersalin, maka kehamilan dan proses persalinan dapat berjalan dengan baik.
Yang harus diperhatikan adalah bahwa kehamilan bukanlah suatu keadaan patologis yang berbahaya. Kehamilan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh wanita usia subur yang telah berhubungan seksual. Dengan demikian kehamilan harus disambut dan dipersiapkan sedemikian rupa agar dapat dilalui dengan aman.


2.2 Hal- hal Yang Perlu Diperhatikan dalam Masa Kehamilan
• Makan 1-2 piring lebih banyak makanan bergizi dalam 1 hari- terlebih jika anda kurus, makan lebih banyak sayur dan buah, lauk- pauk – daging merah, ayam, telur, ikan, ercis dan kacang- kacangan setiap hari.
• Periksa kehamilan secara teratur ke bidan atau petugas kesehatan lainnya. Dengan standart minimal 4 kali selama kehamilan (1 kali di awal kehamilan, 1 kali di trimeseter ke 2, 2 kali di akhir kehamilan)
• Minumlah yang lebih banyak, terutama air putih. Cairan yang masuk berguna untuk membantu peningkatan volume darah yang terjadi selama kehamilan. Minum sedikitnya 6 - 8 gelas sehari, dapat berupa jus buah, susu, atau air putih biasa
• Minum suplemen zat besi yang mengandung zat Besi sebanyak 30 miligram sehari selama masa kehamilan, atau sesuai yang dianjurkan oleh petugas kesehatan berwenang. Zat Besi ini berguna untuk mencegah terjadinya anemia pada saat kehamilan, yang dapat menyebabkan terjadinya risiko untuk terjadinya perdarahan saat persalinan.
• Konsumsi Asam Folat 400 mikrogram perhari, sebelum kehamilan hingga beberapa bulan pertama dalam kehamilan. Hal ini berguna untuk mencegah cacat tabung saraf dan tulang belakang pada si kecil. Asam Folat ini diperoleh dari makanan seperti pada sereal, beras merah, jeruk, sayuran hijau, kacang-kacangan, brokoli, dan lainnya
• Menerima suntikan TT 2 kali semasa kehamilan
• Menggunakan garam beryodium di makanan setiap hari untuk kesehatan janin.
• Tetap melakukan aktivitas sehari- hari dan berolahraga secara teratur, tapi jaga jangan terlalu capek.




2.3 Hal-hal Yang Harus dihindari Untuk Kesehatan Janin
• Bekerja terlalu keras dan tidak cukup istirahat.
• Minum obat sembarangan kecuali dengan resep dokter.
• Pijat perut.
• Berada di sekitar anak- anak penderita cacar .
• Merokok
• Minum minuman beralkohol
• Bekerja dengan dan menghirup pestisida, herbisida atau bahan kimia lainnya.
• Makan terlalu sedikit dengan menu monoton; tidak ada makanan yang harus dihindari selama kehamilan.

2.4 Petunjuk Pertolongan Pertama Untuk mengatasi Masalah Ringan Selama Kehamilan
• Mual atau Muntah-Coba makan dengan porsi kecil tapi teratur walaupun tidak ada nafsu makan. Jika masih berlanjut, bidan mungkin bisa memberi obat.
• Panas atau Terbakar –di lambung atau rongga dada (asam lambung dan dada sesak) – Makan makanan dalam porsi kecil sampai habis dan banyak minum air. Bidan mungkin bisa memberi obat.
• Bengkak Kaki- Istirahat dengan kaki diangkat selama beberapa kali dalam sehari. Makan secara teratur dan kurangi makanan bergaram tiggi seperti mi instan. Jika kaki sangat bengkak, dikuti pembengkakan tangan dan wajah, segera pergi berobat.
• Sakit Punggung : Bisa diatasi melalui olahraga serta sikap duduk dan berdiri tegak.
• Terlalu kurus, pucat dan lemah : Makan lebih banyak beserta lauk pauk seperti ercis, kacang- kacangan, daging ayam, susu, telur, daging merah, ikan dan sayur warna hijau tua. Minum kapsul zat besi setiap hari.
• Sembelit :Minum banyak air- kurang lebih 6-8 gelas sehari. Makan banyak buah, sayuran, dan ubi. Banyak berolahraga

2.5 Tanda bahaya Masa Kehamilan
• Pendarahan : Berbaring diam dan panggil petugas kesehatan.Jika pendarahan terjadi di masa akhir kehamilan- setelah 6 bulan, segera pergi ke Rumah Sakit.
• Anemia Akut: Merasa makin lemah, cepat capek, dan terlihat pucat; harus minta kapsul zat besi ke petugas kesehatan. Lebih baik melahirkan di Rumah Sakit karena resiko pendarahan tinggi.
• Bengkak kaki di tiga bulan terakhir kehamilan disertai gejala bengkak tangan, muka, pusing berkepanjangan, atau pengelihatannya menjadi terganggu ; bisa menjadi masalah serius-bisa jadi terkena toxemia atau keracunan kehamilan.Segera pergi ke petugas kesehatan.
Jika memang menderita kehamilan toxemia, sangat penting untuk :
o Istirahat total di tempat tidur
o Makan diet sehat
o Jika tidak ada perubahan gejala , masih mengalami gangguan pengelihatan, bengkak wajah dan berbusa mulut (gejala epilepsy), segera pergi ke rumah sakit, atau mereka bisa meninggal.







BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeliharaan kehamilan sangat dibutuhkan bagi perkembangan ibu dan janin sehingga kehamilan bukanlah suatu keadaan patologis yang berbahaya. Kehamilan merupakan proses fisiologis yang akan dialami oleh wanita usia subur yang telah berhubungan seksual. Dengan demikian kehamilan harus disambut dan dipersiapkan sedemikian rupa agar dapat dilalui dengan aman. Pemeliharaan kehamilan juga harus didukung oleh keluarga agar ibu hamil tidak mengalami depresi yang berakibat pada ibu dan janin

3.2 Kritik dan Saran
Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan pengerjaan tugas makalh kami selanjutnya.










DAFTAR PUSTAKA

Kusmiyati, Yuni. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta Fitramaya
Syafrudin, 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta. EGC

Makalah AIDS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Lebih dari 60 juta orang dalam 20 tahun terakhir terinfeksi Human Imunodeficiency Virus (HIV). Dari jumlah itu, 20 juta orang meninggal karena Acquired Immune Dificiency Syndrome (AIDS). Gallo dan Montagnier (2003) : Mengemukakan bahwa sindroma acquired immunodeficiency ini dikenal pertama kali tahun 1987 pada sekelompok penderita yang mengalami gangguan pada imunitas seluler dan menderita infeksi Pneumocystis carini. Steinbrook dkk (2004) : pada tahun 2003 jumlah penderita AIDS diperkirakan 40 juta dengan tambahan 5 juta kasus baru pertahun serta angka kematian yang berhubungan dengan HIV-AIDS sekitar 3 juta jiwa pertahun. Centre for Disease Control and Preventions (2002b) memperkirakan bahwa di US pada tahun 2001 terdapat 1.3 – 1.4 juta pasien yang terinfeksi oleh HIV dan lebih dari 500.000 juta diantaranya meninggal dunia.
Ibu hamil dengan menderita penyakit HIV AIDS kemungkinan akan memperberat kemilannya dan pada saat proses persalinan. Oleh karena itu akan perlu diketahui bagaimana penanganan / penatalaksanaan pada ibu hamil dan bersalin yang mengidap HIV AIDS, dan hal tersebut akan dibahas pada makalah ini.

1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Mata Kuliah ” Kebidanan 4A ”. Serta mahasiswa mampu menjelaskan tentang infeksi yang menyertai kehamilan dan persalinan yaitu penyakit HIV / AIDS.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 HIV / AIDS
2.2.1 Pengertian AIDS
AIDS atau Acquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakan sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan. Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan Immune : Sistem kekebalan tubuh Deficiency : Kekurangan Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal. AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir ). AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare ). AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )
2.2.2 Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.

2.2.3 Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.2.4 Klasifikasi
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
a. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa / remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
1) Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2) Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
3) Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
b. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1) Angiomatosis Baksilaris
2) Kandidiasis Orofaring / Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi)
3) Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4) Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5) Leukoplakial yang berambut
6) Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang berbeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
7) Idiopatik Trombositopenik Purpura
8) Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
c. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1) Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2) Kanker serviks inpasif
3) Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4) Kriptokokosis ekstrapulmoner
5) Kriptosporidosis internal kronis
6) Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7) Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8) Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9) Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10) Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner
11) Isoproasis intestinal yang kronis
12) Sarkoma Kaposi
13) Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14) Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner )
15) M.Tubercolusis pada tiap lokasi ( pulmoner / ekstrapulmoner )
16) Mycobacterium, spesies lain, diseminata / ekstrapulmoner
17) Pneumonia Pneumocystic Cranii
18) Pneumonia Rekuren
19) Leukoenselophaty multifokal progresiva
20) Septikemia salmonella yang rekuren
21) Toksoplamosis otak
22) Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)



2.2.5 Gejala Dan Tanda Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral. Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk meningitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal.
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala.
Diketahui oleh pemeriksa, kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

2.2.6 Komplikasi
a. Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
• kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
• Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise total / parsial.
• Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
• Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
• Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
• Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
• Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus , dan strongyloides dengan efek nafas pendek ,batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
• Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
• Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

2.2.7 Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
 Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
 Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
 Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
 Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
 Mencegah infeksi ke janin / bayi baru lahir.
Diagnosis penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan melalui pemeriksaan serologic dengan metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dan Western Born
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <3> 500 mm3
3. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : – Didanosine – Ribavirin – Diedoxycytidine – Recombinant CD 4 dapat larut
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
2.2 HIV / AIDS dalam Kehamilan dan Persalinan
Selama kehamilan, banyak perubahan sistemik yang terjadi pada tubuh ibu. Hal ini tentunya akan memperberat kerja organ – organ dalam tubuh. Apalagi apabila ibu tersebut mengidap HIV positif. Tentunya akan memperparah kondisi penyakit dan kehamilannya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada janinnya (mother to child transmission  MTCT) telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dan Eropa menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah 20 - 40%. Transmisi dapat melalui plasenta, perlukaan dalam proses persalinan atau melalui ASI. Walaupun demikian WHO masih menganjurkan agar ibu dengan HIV (+) tetap menyusui bayinya mengingat manfaat ASI yang lebih besar dibandingkan dengan resiko penularannya. Jika seorang wanita tertular HIV, maka risiko menularkan ke bayi akan rendah jika kondisi tubuh di pertahankan sesehat mungkin. Faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko penularan adalah: merokok, narkoba, kekurangan vitamin A, kurang gizi, infeksi seperti STD, menyusui dll. Transmisi perinatal pada plasenta adalah sebagai berikut ;
1. Mekanisme transmisi virus perinatal
  • Invasi langsung pada trofoblas dan vili chorialis.
  • Masuknya limfosit maternal yang terinfeksi kedalam sirkulasi janin.
  • Infeksi oleh sel dengan reseptor CD4 dalam vili chorialis dan sel endothel villi.
2. Peran plasenta dalam proses transmisi virus
  • Pemeriksaan invitro menunjukkan bahwa HIV-1 dapat melakukan infeksi pada trofoblas manusia dan sel Hofbauer pada setiap usia kehamilan
  • Tidak jelas apakah infeksi HIV-1 pada plasenta dapat memfasilitasi infeksi HIV-1 pada janin atau justru dapat mencegah infeksi terhadap janin dengan melakukan tindakan isolasi terhadap virus.
Kecepatan penularan HIV dari ibu ke janin, tergantung sejumlah faktor :
1) Faktor yang meningkatkan penularan
a. Ibu menderita AIDS
b. CD4 rendah ( < 200 sel / mm3)
c. Adanya p24 antigenemia
d. Adanya chorioamnionitis histologis
e. Persalinan preterm
2) Faktor yang menurunkan penularan
a. Adanya antibodi terhadap protein HIV gp 120
b. Perawatan prenatal yang berkualitas
c. Pemberian ZDV ( zidovudine )
Berikut perawatan ibu hamil dengan HIV ;
Pada prinsipnya pemeriksaan HIV adalah merupakan bagian dari pemeriksaan antenatal yang bersifat sukarela. Konseling adalah bagian penting dari perawatan bagi penderita HIV.
Strategi perawatan bagi ibu hamil berbeda dengan strategi perawatan pada ibu tidak hamil.
Tujuan terapi :
• Menekan jumlah virus.
• Restorasi dan preservasi fungsi imunologis.
Pada pasien tak hamil, terapi ditawarkan bila CD4+ T cells , 350 sel/mm3 atau kadar HIV RNA plasma > 55.000 copi/mL. Pada wanita hamil, terapi harus lebih agresif oleh karena penurunan kadar RNA adalah penting bagi penurunan transmisi perinatal tanpa memperhitungkan CD4+ atau kadar HIV-RNA plasma.
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik. Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunistiknya dalam kehamilan merupakan masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam kehamilan. Zidovudine (juga di kenal dengan ZDV, AZT atau Retrovir®) merupakan obat pertama yang di lisensi untuk mengobati HIV. Saat ini penggunannya dikombinasikan dengan obat anti-virus lainnya dan sering dipergunakan untuk mencegah penularan ke bayi. ZDV harus diberikan sejak trimester II dan dilanjutkan terus selama kehamilan dan persalinan. Efek samping berupa mual, muntah dan sel darah merah dan putih yang menurun. Jika tidak diambil langkah – langkah pencegahan, risiko penularan HIV setelah kelahiran diperkirakan 10-20%. Kemungkinan penularan lebih besar lagi jika bayi terekspos darah atau cairan yang ada HIVnya. Penolong persalinan harus menghindarkan memecahkan ketuban, episiotomi, serta prosedur - prosedur lain yang mengekspos bayi dengan darah atau cairan darah ibu. Penurunan resiko penularan ketika kelahiran dengan seksio sesaria. Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% pertahun exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
1. Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan
2. Gunakan sarung tangan saat menolong bayi
3. Cucilah tangan setelah selesai menolong penderita AIDS
4. Gunakan pelindung mata (kacamata)
5. Peganglah plasenta dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
6. Jangan menggunakan penghisap lendir bayi melalui mulut
7. Bila dicurigai adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka episiotomi ataupun luka SC.
Suatu penelitian tahun 1994 oleh National Institutes of Health (AS) mendapatkan bahwa dengan pemberian ZDV pada bumil yang HIV-positif saat hamil dan pada bayinya (dalam 8-12 jam setelah lahir) akan menurunkan risiko penularan kebayi sebesar 66 persen. Bayi harus diberikan ZDV selama 6 minggu pertama kehidupannya. Delapan persen bayi masih akan terkena infeksi jika ibunya diobati dengan ZDV, dibandingkan 25 persen jika tidak diobati. Tidak ada gejala efek samping yang berarti pada bayi selain adanya anemia ringan yang akan segera membaik ketika pemberian obat dihentikan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit HIV AIDS merupakan penyakit yang menyerang sistem imun / kekebalan tubuh yaitu pada Limfosit T-helper, dengan gejala – gejala yang disertai dengan infeksi oportunistik. Pada kehamilan dan persalinan terdapat resiko yang cukup tinggi dengan tertularnya virus dari ibu dengan HIV (+) kepada bayinya dengan cara melalui plasenta, pada saat persalinan dan menyusui. Tetapi hal ini dapat diturunkan resikonya dengan pemberian Zidovudine selama kehamilan dan menghindari melakukan tindakan – tindakan yang dapat membuat bayi terpajan dengan darah ibu HIV (+).

3.2 Saran
Saran dan kritik dari pembaca atas makalah yang telah kami tulis ini sangat diperlukan agar dapat diperbaiki pada penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Wiknyosastro, H. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi 3. YBP – SP : Jakarta.
Varney. Helen. 2003. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1. EGC. Jakarta
Saifuddin, A. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBP – SP. Jakarta
http://www.americanpregnancy.org
http://www.odhaindonesia.org/trackback/44

Thursday, April 15, 2010

ASKEB MIOMETRITIS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada wanita terdapat hubungan dari dunia luar dengan rongga peritonum melalui vulva, vagina, uterus dan tuba fallopii. Untuk mencegah terjadinya infeksi dari luar dan untuk menjaga jangan sampai infeksi meluas, masing – masing alat traktus genitalis memiliki mekanisme pertahanan.
Radang atau infeksi pada alat – alat genetalia dapat timbul secara akut dengan akibat meninggalnya penderita, atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas, atau dapat meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit akur juga bisa menjadi menahun, atau penyakit dari permulaan sudah menahun.
Infeksi pada uterus menjalar ke tuba Fallopii dan rongga peritonium melalui 2 jalan. Pada gonorhea penyakit menjalar dari endometrium, sedan ginfeksi puerperal kuman – kuman dari uterus melalui darah dan limfe menuju parametrium, tuba, ovarium dan rongga peritonium.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai miometritis atau radang miometrium yang merupakan kelanjutan dari penyakit endometritis beserta dengan penanganannya.

1.2 Tujuan
Agar penulis dapat mengerti dan paham tentang Asuhan kebidanan pada infeksi radang genetalia interna, khususnya tentang miometritis beserta dengan penatalaksanaannya.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Infeksi Miometritis
Definisi Miometritis / Metritis
Metritis adalah radang miometrium. Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan terapinya seperti endometritis.

Klasifikasi
a. Metritis akuta
Metritis Akuta biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b. Metritis Kronik
Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan ikat akibat kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi :
1) Abses pelvik
2) Peritonitis
3) Syok septic
4) Dispareunia
5) Trombosis vena yang dalam
6) Emboli pulmonal
7) Infeksi pelvik yang menahun
8) Penyumbatan tuba dan infertilitas



Factor Presdiposisi
- Infeksi abortus dan partus
- Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
- Infeksi post curettage
-
Gejala-gejala
Gejala metristis dan pengobatannya sama dengan gejala dan penanganan endometritis yaitu :
a. Demam
b. Keluar lochea berbau / purulent, keputihan yang berbau
c. Sakit pinggang
d. Nyeri abdomen

Diagnosa dan Terapi
Diagnosa hanya dapat dibuat secara patolog anatomis.

Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti:
o Parametritis (infeksi sekitar rahim)
o Salpingitis (infeksi saluran otot)
o Ooforitis (infeksi indung telur)
o Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.

Penatalaksanaan
Terapi miometritis :
a. Antibiotika spektrum luas
- Ampisilin 2 g iv / 6 jam
- Gentamisin 5 mg kgbb
- Metronidasol 500 mg iv / 8 jam
b. Profilaksi antitetanus
c. Evakuasi sisa hasil konsepsi
Manajemen
- Antibiotik kombinasi
- Transfusi jika diperlukan

2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN PADA RANDANG GENETALIA INTERNA MIOMETRITIS

1. PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku / bangsa
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan nyeri abdomen, keluar keputihan yang berbau tidak sedap, serta demam.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit menurun seperti darah tinggi, jantung dan kencing manis. Ibu juga mengatakan tidak sedang menderita penyakit menular seperti paru – paru dan hati
b. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menurun seperti darah tinggi, jantung, kencing manis. Ibu juga mengatakan pernah menderita penyakit menular seperi paru – paru dan hati serta tidak pernah menderita penyakit tumor sebelumnya. Ibu mengatakan pernah mengalami keguguran dan kemudian di kuret.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti darah tinggi, jantung dan kencing manis. Ibu juga mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti paru – paru dan hati.
4. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Menstruasi
• Menarche : Terjadinya haid yang pertama kali, menarche terjadi pada usia pubertas, yaitu 12-16 tahun (Mochtar:1999). Usia 10-16 tahun, rata-rata 12,5 tahun (Ssarwono R, 1994: 104). Usia 13-16 tahun (Manuaba, 1998 : 86)
• Siklus Haid : Siklus haid yang klasik adalah ± 28 hari, sedangkan pola haid dan lamanya perdarahan tergantung pada tipe wanita dan biasanya 3-8 hari.
• Dismenore : normalnya tidak ada,
• Keputihan : tidak / ya (normalnya : tidak gatal dan tidak berbau)
b. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas
- untuk riwayat kehamilan ditanyakan hamil dan pernikaha yang ke berapa, berapa umur kehamilanya, pernah keguguran atau tidak, apabila pernah keguguran dilakukan kuret atau tidak, dan ada atau tidak penyakit yang menyertai kehamilan
- untuk riwayat persalinan, ditanyakan jenis persalinannya, bagaimana persalinannya, normal atau operasi atau dengan alat, siapa yang menolong persalinannya, dimana dan apakah ada penyulit persalinan atau tidak, juga ditanyakan berapa berat lahir bayi, jenis kelaminnya, panjang badan dan apabila anak hidup berapa usianya Semarang, dan bila mati apa penyebabnya.
- Untuk riwayat nifas, apakah nifasnya berjalan normal ataukah ada kelainan, penyulit atau tidak, menyusui atau tidak.
5. Pola Kebiasaan Seharí – hari
a. pola nutrisi
wanita dengan status nutrisi yang buruk lebih rentan terhadap penyakit
b. pola aktivitas
wanita dengan aktivitas yang berat dapat mempengaruhi kondisi tubuhnya
c. pola hygiene
wanita kurang menjaga personal hygiene terutama daerah genetalia yang rentan terhadap infeksi
d. pola seksual
ibu mengatakan sakit pada saat melakukan hubungan seksual pada daerah panggul
B. Data Obkejtif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik / cukup
Kesadaran : Composmentis / somnolen / koma
TB / BB :
TTV : TD : 110 – 170 mmHg
N : > 100 x / menit
S : > 37, 50C
RR : >24 x / menit
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Kepala : bersih, tidak ada ketombe, rambut hitam
Muka : pucat, simetris
Mata : simetris, conjungtiva anemis (pucat), sklera tidak ikterik, pupil isokor
Hidung : tidak ada polip, tidak ada sekret
Mulut & Gigi : bibir merah muda, tidak ada caries dan tidak ada stomatitis
Telinga : simetris, tidak ada serumen
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan bendungan vena jugularis
Ketiak : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Dada/Payudara : simetris, , puting susu menonjol,
Abdomen : tidak ada pembesaran, tidak ada luka bekas operasi
Genetalia : terdapat pengeluaran pervaginam berupa darah, terdapat fluor albus, kental dan berbau busuk.
Anus : tidak ada hemoroid
Ekstremitas Atas : simetris, tidak ada gangguan pergerakan, CRT < 2 detik
Ekstremitas Bawah : simetris, tidak ada gangguan pergerakan, tidak oedem, tidak ada varices

Palpasi
Kepala : tidak ada benjolan, tidak adanyeri tekan
Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid dan bendungan vena jugularis
Payudara : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Abdomen : terdapat nyeri tekan dan terasa sakit pada perut.

Auskultasi
Dada : tidak terdengar suara tambahan (jantung), tidak terdengar wheezing dan ronchi

Perkusi
Reflek Pattela : + / +
3. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 8 – 10 gr%

2. INTERPRETASI DATA DASAR, DIAGNOSA DAN MASALAH
Diagnosa : Ny. … usia .... P..A… dengan Miometritis
Ds : Ibu mengatakan nyeri abdomen, keluar keputihan yang berbau tidak sedap, serta demam.
Do : - TTV : TD : 110/70 – 130/90 mmHg
S : >37, 50C
N : >100x/menit
RR : >24x/menit
- pemeriksaan Fisik
abdomen : terdapat nyeri tekan dan sakit pada perut
Mata : conjungtiva anemis

3. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
Mengantisipasi terjadinya Parametritis

4. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
Memberikan HE tentang :
- personal hygiene
- setia pada pasangan
- pergunakan alat kontrasepsi ketika berhubungan seksual dengan suami seperti : kondom
- rutin memeriksakan diri dan pasangan ke dokter ahli kandungan
- segera hubungi dokter apabila gejala gejala penyakit muncul

5. INTERVENSI
Diagnosa : Ny. … usia .... P..A… dengan Miometritis
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan keadaan umum ibu membaik.
Kriteria : - rasa sakit berkurang
- ibu dapat menjaga personal hygiene
Intervensi
1. beritahukan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan
R/ ibu mengerti tentang kondisi kesehatannya
2. jelaskan kepada ibu tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya
R/ ibu mengerti tentang penyakit yang kemungkinan dideritanya
3. berikan dukungan emosional kepada ibu
R/ ibu mendapat dukungan
4. berikan ibu tablet penambah darah
R/ memperbaiki kondisi umum ibu
5. minta persetujuan ibu dan keluarga untuk dilakukannya rujukan
R/ penanganan lebih lanjut

6. IMPLEMENTASI
1. Memberitahukan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap dirinya
2. Menjelaskan kepada ibu tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya
3. Memberikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu tenang dan dapat menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang terjadi pada dirinya
4. Memberikan ibu tablet penambah darah untuk memperbaiki kadar haemoglobinnya
5. Meminta persetujuan ibu dan keluarga untuk dilakukannya rujukan

7. EVALUASI
Tanggal :
Jam :
S : Ibu mengatakan telah mengerti tentang penjelasan yang telah diberikan oleh bidan.
Ibu telah mengerti tentang kondisi kesehatannya
O : Ibu dapat mengulang kembali penjelasan.
Ibu menganguk tanda mengerti.
A : Ny…., umur …. tahun, P…A…., dengan miometritis
P : Mendampingi ibu saat dilakukannya rujukan

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. M, UMUR 29 TAHUN, P1A1,
DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI MIOMETRITIS

Hari/Tanggal : Kamis, 15 Oktober 2009
Tempat : BPS Bidan Ny. Wigati
Pukul : 10.00 WIB

I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identitas/Biodata
Identitas Pasien Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. M Nama : Tn. E
Umur : 29 tahun Umur : 31 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Suku/Bangsa : Jawa Suku/Bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Campus no.120 Alamat : Jl. Campus no. 120 RT/RW : 02/05 RT/RW : 02/05
Purwokerto Purwokerto
2. Alasan Datang
Ibu datang hendak memeriksakan keadaan dirinya.
3. Keluhan Utama
Ibu mengeluh sakit pinggang, sering mengalami perdarahan di luar siklus haid yang banyak, dan mengalami keputihan yang berbau.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ibu tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya (sebelum hamil anak ke-2). Ibu tidak pernah menderita hipertensi, jantung, DM, PMS dan penyakit menular maupun menurun lainnya.


b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu tidak sedang menderita penyakit DM, hipertensi, jantung, PMS dan penyakit menular dan menurun lainnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang memiliki penyakit DM, hipertensi, jantung, PMS dan penyakit menular maupun menurun lainnya.
5. Riwayat Obstetrik
1) Riwayat menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus : tidak teratur
Banyak : 3-4x ganti pembalut/hari
Lama : tidak teratur
Warna : merah segar
Sifat : Encer
Bau : khas
Dismenorhea : tidak
2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

Perkw
ke kehamilan Persalinan Anak Nifas
Ke UK Jenis penolong tempat penyulit BBL Sex Hidup / Mati
Usia Anak skr penyulit menyusui
I I 37 Spontan Bidan BPS - 2900 Lk 3 tahun - + / +
II 12 ABORTUS Dr. Obgyn curettage -


6. Riwayat Perkawinan
Istri Suami
Nikah berapa kali : 1x Nikah berapa kali : 1x
Lamanya : 4 tahun Lamanya : 4 tahun
Umur menikah : 25 tahun Umur menikah : 27 tahun
7. Riwayat KB
Post abortum ibu langsung menggunakan KB IUD dan sudah menggunakan KB IUD selama kurang lebih 3 bulan.
8. Pola Pemenuhan Kebutuhan sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Makan : 2x/hari, porsi sedang, dengan nasi, sayur, tahu, tempe, telur
Minum : 6 gelas/hari, air putih, teh manis
b. Pola Eliminasi
BAK : 4x/hari, warna kuning jernih, konsistensi cair
BAB : 1x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi lembek
c. Pola Aktivitas
Ibu mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, mencuci dan memasak.
d. Pola Istirahat
Tidur siang : 1 jam
Tidur malam : 7 jam
e. Pola Seksual : 1x/ minggu
f. Pola Hygiene
mandi : 2x/hari
keramas : 3x/minggu
gosok gigi : 2x/hari
ganti baju : 2x/hari
g. Pola Hidup Sehat
Ibu tidak mengonsumsi alkohol, rokok, jamu2an dan obat-obat terlarang.
h. Pola Psikososial
hubungan ibu dengan suami harmonis, suami selalu memberikan support kepada istrinya. Hubungan ibu dengan keluarga dan tetangga terjalin baik.
i. Pola spiritual
Ibu merasa aktivitas ibadahnya terganggu karena sering mengalami perdarahan di luar siklus haid.

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
BB : 52 Kg
TB : 156 cm
TD : 100/70 mmHg Respirasi : 22x/menit
Nadi : 82x/menit Suhu : 36,90C
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : rambut hitam, keriting, tidak rontok, bersih
Mata : conjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
Hidung : tidak ada polip, tidak ada sekret
Mulut dan gigi : bibir merah muda, tidak ada stomatitis, tidak ada caries
Telinga : simetris, tidak ada serumen
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar limfe, dan vena jugularis
Ketiak : tidak ada benjolan/ massa
Dada/Payudara : simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, puting susu menonjol, tidak ada pengeluaran
Abdomen : tidak ada pembesaran, tidak ada luka bekas operasi, terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah
Punggung : terdapat nyeri tekan pada pinggang
Ekstremitas atas : akral hangat, tidak oedema, capilary refil kembali < 2 detik
Ekstremitas Bawah : tidak ada varises, tidak ada oedema, tidak ada tanda kemerahan
Genetalia : tidak ada varises, terdapat perdarahan Pervaginam merah segar sedikit bau busuk konsistensi encer, tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan pada kelenjar skene dan kelenjar bartholini
Anus : tidak hemoroid

3. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 10,5gr%

II. INTERPRETASI DATA
Diagnosa : Ny. M, umur 29 tahun, P1A1, dengan suspect miometritis
Data Dasar :
DS : ibu mengeluh sakit pinggang, sering mengalami perdarahan di luar siklus haid yang banyak, dan mengalami keputihan yang berbau.
DO :
TTV : TD : 100/70 mmHg Respirasi : 22x/menit
Nadi : 82x/menit Suhu : 36,90C
Pemeriksaan Fisik
Mata : Conjungtiva anemis
Abdomen : terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah
Punggung : terdapat nyeri tekan pada pinggang
Genetalia : terdapat perdarahan Pervaginam merah segar sedikit bau busuk konsistensi encer
HB : 10,5 gr%
Masalah
- nyeri tekan perut bagian bawah
- sakit pinggang
- Pengeluaran pervaginam yang abnormal

III. ANTISIPASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
Potensial terjadi perluasan peradangan pada daerah sekitarnya yaitu parametritis.

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA ATAU KOLABORASI
Kolaborasi : Pemeriksaan penunjang lain untuk menegakkan diagnosa secara patolog anatomis, pengobatan serta penatalaksanaan lebih lanjut dengan spesialis Obgin.

V. MERENCANAKAN ASUHAN YANG MENYELURUH
1. beritahukan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan
R/ ibu mengerti tentang kondisi kesehatannya
2. jelaskan kepada ibu tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya
R/ ibu mengerti tentang penyakit yang kemungkinan dideritanya
3. berikan dukungan emosional kepada ibu
R/ ibu mendapat dukungan
4. berikan ibu tablet penambah darah
R/ memperbaiki kondisi umum ibu
5. minta persetujuan ibu dan keluarga untuk dilakukannya rujukan
R/ penanganan lebih lanjut

VI. PELAKSANAAN
1. Memberitahukan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap dirinya
2. Menjelaskan kepada ibu tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya
3. Memberikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu tenang dan dapat menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang terjadi pada dirinya
4. Memberikan ibu tablet penambah darah untuk memperbaiki kadar haemoglobinnya
5. Meminta persetujuan ibu dan keluarga untuk dilakukannya rujukan

VII. EVALUASI
Tanggal : 15 Oktober 2009
Jam : 11. 00 WIB
S : Ibu mengatakan telah mengerti tentang penjelasan yang telah diberikan oleh bidan.
Ibu telah mengerti tentang kondisi kesehatannya
O : Ibu dapat mengulang kembali penjelasan.
Ibu menganguk tanda mengerti.
A : Ny. M, umur 29 tahun, P1A1, dengan suspect miometritis
P : Mendampingi ibu saat dilakukannya rujukan

Wednesday, April 14, 2010

Sifilis Pada Kehamilan

BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Selama beberapa waktu, sifilis telah keluar dari pandangan, pikiran, dan memori, Tetapi insiden di dunia Barat sekarang telah bangkit lagi dan bisa sekali lagi menjadi masalah kesehatan utama. Perubahan ini telah mengikuti jumlah meningkat pesat manusia Immunodeficiency Virus (HIV) positif di seluruh dunia, bersama dengan kedatangan wisatawan kesehatan, ekonomi migran, pencari suaka, dan ketersediaan mudah murah perjalanan.
Sama seperti sifilis tetapi menghilang sebagai sebuah entitas dalam memori kerja besar sebagian dokter anestesi, maka tiba-tiba muncul kembali sebagai kondisi yang ada pada wanita menyajikan operasi untuk SC. Gambar 1 menunjukkan perubahan kejadian sifilis di Inggris selama 10 tahun terakhir. Tinjauan ulang ini dimaksudkan menginformasikan untuk dokter anestesi merawat wanita dengan sifilis.

1.2 Tujuan
Menjelaskan tentang penyakit infeksi sifilis yang menyertai kehamilan serta pengaruhnya terhadap janin, sehingga mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang penyakit sifilis khususnya pada kehamilan dan persalinan. Sehingga pada praktek lapangn dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat sesuai dengan teori di dalam makalah ini.

1.3 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam pembuatan makalah ini adalah tentang infeksi sifilis yang menyertai kehamilan yang meliputi:
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Tanda dan Gejala
5. Klasifikasi
6. Komplikasi
7. Penularan
8. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Persalainan
9. Diagnosis
10. Penatalaksanan dan Terapi
11. Prognosis
12. Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis



BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya sengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital. Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap janin sehingga bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

2.2 Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis. ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan membran mucosa.


2.3 Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.

2.4 Tanda dan Gejala
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali muncul .
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin memburuk di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.
3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur (paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi.
c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah yang memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi penderita bisa mengalami cedera.
5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)
a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

2.5 Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula.

2.5.1 Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
.
2.5.2 Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.

2.5.3 Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.


2.5.4 Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini. Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih bermakna dalam membantu diagnosis.

2.6 Komplikasi
2.6.1 Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran, gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.

2.6.2 Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-abuan dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan cacat.

2.7 Penularan
Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu kepada anak dalam kandungannya. Sipilis kongenital, melalui infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada di dalam kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi darah. Hal ini bisa terjadi jika pendonor darah menderita sifilis pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan cara lain, yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri penyebab sifilis, Treponema pallidum, walaupun itu baru secara teoritis saja, karena kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko penularan penyakit syphilis dapat terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis, jika tidak (pernah) melakukan hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia tidak akan punya resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada janinnya lewat transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.

2.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan
Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses kehamilannya dan janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap kehamilan yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada kehamilan dini, dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues konginetal.

2.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin terjadi minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat bawaan pada janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat spirokaeta treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.

2.10 Penatalaksanaan dan Terapi
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh buruk terhadap janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang sedang hamil.



Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi
 Infeksi Primer
 Infeksi Sekunder
 Fase Laten kurang dari 1 tahun • Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15 hari
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari

Sifilis laten lebih dari 1 tahun • Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis • Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin sebanyak 2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan
Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer, sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi dapat diganti dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM selama 10 hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis kardiovasculer diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap minggu 3x, tetapi jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500 ng PO selama 30 hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous kristalin 2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta unit secara IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM setiap hari dengan probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta secara IM.

2.11 Prognosis
Setelah menjalani pengobatan, prognosis untuk sifilis fase primer, sekunder dan fase laten adalah baik. Prognosis untuk sifulis fase tersier pada hati atau otak adalah buruk, karena kerusakan yang telah terjadi biasanya tidak dapat diperbaiki.

2.12 Asuhan Setelah Persalinan Pada Penderita Sifilis
1. Bila keadekuatan pengobatan pada ibu tidak diketahui atau jika ibu tidak mendapatkan pinisilin ibu harus mendapatkan terapi
2. Diantara bayi yang selamat, banyak yang menderita sifilis congenital yang dapat menyebabkan kecacatan fisik dan retardasi mental.

BAB III

PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam kandungan melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis, transplasenta, melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis.
Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain itu juga diberikan eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.

3.2 Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan membangun, guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA


Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarata : Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates
www.scrib.com
www.megastro.com